Setelah agak lama mereda dan terlupakan pasca tewasnya Noordin M Top, isu terorisme kembali menyeruak. Penggerebekan dan penangkapan teroris di Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam, dan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, membuat banyak kalangan terkejut.
Jika teroris di Aceh disebut-sebut didukung dengan logistik dan persenjataan canggih yang signifikan, kelompok Pamulang-lah yang berperan memasok senjata dan juga dukungan dana itu. Dalam peristiwa di Pamulang, gembong teroris jebolan Afganistan, Dulmatin, dinyatakan tewas.
Kepala Desk Antiteror Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Ansyaad Mbai menilai, keberadaan kelompok teroris, baik di Aceh maupun Pamulang, terkait target baru yang jauh lebih besar di Selat Malaka. Berikut petikan perbincangan Kompas dengan Ansyaad Mbai, Selasa (9/3/2010).
Kelompok teroris mana yang bermain sekarang ini?
Jangan kita terkecoh dengan pengelompokan seperti itu, apalagi setelah kelompok Jamaah Islamiyah (JI) sendiri kan sudah pecah sejak lama. Siapa saja dari JI bisa merekrut orang baru dan membentuk kelompok sendiri. Apalagi mereka sama-sama berbahaya dan memiliki kemampuan teror sama.
Kenapa memilih Aceh?
Kelompok teroris memang biasa memilih daerah konflik atau bekas konflik menjadi basis kegiatan. Dahulu di Poso, sekarang Aceh. Alasannya, mereka bisa dengan mudah mendapat pasokan senjata dan orang untuk direkrut. Apalagi ruang gerak mereka di Jawa sudah semakin terbatas.
Ada target lainnya?
Ya, saya juga memperkirakan ada kemungkinan target yang jauh lebih besar lagi. Misalnya, untuk masuk dan melakukan aksi teror di kawasan penting, seperti Selat Malaka yang memang menjadi jalur perdagangan laut internasional yang sangat penting. Seperti kita tahu, sejak Amerika Serikat menyerang Irak, teroris banyak menyasar dan menyerang instalasi minyak. Dari situ, sejak lama dunia mengkhawatirkan kawasan Selat Malaka bakal menjadi target teror baru.
Tidak heran banyak negara maju, seperti AS dan Jepang, menyatakan diri ingin terlibat dalam pengamanan di Selat Malaka. Namun, hal itu ditolak tiga negara pantai, seperti Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Sudah positifkah Selat Malaka bakal jadi target baru?
Saya tidak tahu, apakah para teroris yang ditangkap sekarang itu dengan sadar memilih Aceh. Yang saya lihat, boleh jadi mereka sampai sekarang masih belum mengerti arah skenario besar tadi (target Selat Malaka).
Tapi, harus diingat juga, kelompok (teroris) mana pun di sini kan memang punya hubungan dengan jaringan teroris internasional Al Qaeda. Mereka (yang di Aceh) mungkin hanya berperan menyiapkan infrastruktur dan sarana pendukung terhadap rencana besar tadi.
Selama ini kan dunia internasional khawatir Selat Malaka bakal dijadikan sasaran berikut karena setiap hari di sepanjang perairan ini banyak kapal lalu lalang, termasuk kapal bertonase besar (very large vessel) pengangkut minyak atau bahan kimia lain yang bisa dijadikan senjata pemusnah massal.
Skenario serangan yang mungkin, teroris bekerja sama dengan perompak, membajak kapal-kapal tanker tadi. Setelah itu, ada dua kemungkinan pola serangan. Pertama, membawa kapal tanker tadi untuk kemudian ditabrakkan (diledakkan) di pelabuhan internasional semacam Singapura. Atau, skenario kedua, kapal tanker diledakkan dan ditenggelamkan di titik tersempit perairan Selat Malaka.
Kementerian Pertahanan sebelumnya menginstruksikan TNI agar meningkatkan pengamanan Selat Malaka menyusul laporan intelijen Angkatan Laut Singapura, tanggapan Anda?
Ya, warning itu memang ada. Namun, saya lihat, instruksi Menhan tidak mereaksi peringatan tadi. Kekhawatiran Singapura kan memang sejak lama karena di sana memang ada aktivitas perompakan. Khawatirnya, perompak bekerja sama dengan teroris. (Sumber : kompas.com)
Jika teroris di Aceh disebut-sebut didukung dengan logistik dan persenjataan canggih yang signifikan, kelompok Pamulang-lah yang berperan memasok senjata dan juga dukungan dana itu. Dalam peristiwa di Pamulang, gembong teroris jebolan Afganistan, Dulmatin, dinyatakan tewas.
Kepala Desk Antiteror Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Ansyaad Mbai menilai, keberadaan kelompok teroris, baik di Aceh maupun Pamulang, terkait target baru yang jauh lebih besar di Selat Malaka. Berikut petikan perbincangan Kompas dengan Ansyaad Mbai, Selasa (9/3/2010).
Kelompok teroris mana yang bermain sekarang ini?
Jangan kita terkecoh dengan pengelompokan seperti itu, apalagi setelah kelompok Jamaah Islamiyah (JI) sendiri kan sudah pecah sejak lama. Siapa saja dari JI bisa merekrut orang baru dan membentuk kelompok sendiri. Apalagi mereka sama-sama berbahaya dan memiliki kemampuan teror sama.
Kenapa memilih Aceh?
Kelompok teroris memang biasa memilih daerah konflik atau bekas konflik menjadi basis kegiatan. Dahulu di Poso, sekarang Aceh. Alasannya, mereka bisa dengan mudah mendapat pasokan senjata dan orang untuk direkrut. Apalagi ruang gerak mereka di Jawa sudah semakin terbatas.
Ada target lainnya?
Ya, saya juga memperkirakan ada kemungkinan target yang jauh lebih besar lagi. Misalnya, untuk masuk dan melakukan aksi teror di kawasan penting, seperti Selat Malaka yang memang menjadi jalur perdagangan laut internasional yang sangat penting. Seperti kita tahu, sejak Amerika Serikat menyerang Irak, teroris banyak menyasar dan menyerang instalasi minyak. Dari situ, sejak lama dunia mengkhawatirkan kawasan Selat Malaka bakal menjadi target teror baru.
Tidak heran banyak negara maju, seperti AS dan Jepang, menyatakan diri ingin terlibat dalam pengamanan di Selat Malaka. Namun, hal itu ditolak tiga negara pantai, seperti Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Sudah positifkah Selat Malaka bakal jadi target baru?
Saya tidak tahu, apakah para teroris yang ditangkap sekarang itu dengan sadar memilih Aceh. Yang saya lihat, boleh jadi mereka sampai sekarang masih belum mengerti arah skenario besar tadi (target Selat Malaka).
Tapi, harus diingat juga, kelompok (teroris) mana pun di sini kan memang punya hubungan dengan jaringan teroris internasional Al Qaeda. Mereka (yang di Aceh) mungkin hanya berperan menyiapkan infrastruktur dan sarana pendukung terhadap rencana besar tadi.
Selama ini kan dunia internasional khawatir Selat Malaka bakal dijadikan sasaran berikut karena setiap hari di sepanjang perairan ini banyak kapal lalu lalang, termasuk kapal bertonase besar (very large vessel) pengangkut minyak atau bahan kimia lain yang bisa dijadikan senjata pemusnah massal.
Skenario serangan yang mungkin, teroris bekerja sama dengan perompak, membajak kapal-kapal tanker tadi. Setelah itu, ada dua kemungkinan pola serangan. Pertama, membawa kapal tanker tadi untuk kemudian ditabrakkan (diledakkan) di pelabuhan internasional semacam Singapura. Atau, skenario kedua, kapal tanker diledakkan dan ditenggelamkan di titik tersempit perairan Selat Malaka.
Kementerian Pertahanan sebelumnya menginstruksikan TNI agar meningkatkan pengamanan Selat Malaka menyusul laporan intelijen Angkatan Laut Singapura, tanggapan Anda?
Ya, warning itu memang ada. Namun, saya lihat, instruksi Menhan tidak mereaksi peringatan tadi. Kekhawatiran Singapura kan memang sejak lama karena di sana memang ada aktivitas perompakan. Khawatirnya, perompak bekerja sama dengan teroris. (Sumber : kompas.com)
Mohon komentar dengan sopan, SARA atau menaruh LINK Aktif di kotak komentar tidak akan muncul
Show EmoticonHide Emoticon